Tuesday, May 25, 2010

INVERTER DC TO AC


JTAG

JTAG interfaces


There are several different types of cables that are popular for hooking up to JTAG headers inside consumer electronic equipment. Most of these rely on a regular PC's parallel port to drive the JTAG signal lines. There are vendors of commercial JTAG cables that sell them at extravagent prices. For the home user or hobbyist, however, a better choice is usually to construct a cable at home from commonly available parts.

JTAG interfaces on the d-link 30xT


There are 2 JTAG interface tested on the 30xT models.

The buffered interface

TODO

The poorman interface


Even if it's very cheap a lot of people were able to succesfully use it with the CICLaMaB.
This is the picture:


The VERY poorman interface


This is the simplest type of JTAG cable, the easiest to construct and the cheapest to make. The original cable was introduces by Xilinx and has a full name "Xilinx DLC5 JTAG Parallel Cable III". Someone removed a buffer and changed it with a four 100 Ohm resistor. Popularized by the Hairydairymaid de-brick utility software for Linksys routers, many people have successfully built their own unbuffered JTAG cable. It consists of only a few cheap resistors, a 25-pin parallel port connector and a ribbon-cable with a 12-pin connector that slides onto a header soldered onto the PCB found inside the cases of Linksys WRT54G and WRT54GS routers. The chief limitation of this type of cable is that it must be very short; the length must be 6 inches or less (15 cm) to avoid problems with electrical noise.
NOTE: This was not tested on the d-link 30xT but is likely to work




Speed issues


Driving a JTAG interface through the parallel port on a PC is a slow proposition. Really slow. This is due more to the nature of the parallel port connection than an inherent limit of the JTAG specification. In fact, the JTAG spec allows for up to 25 milliion bits-per-second transfers. With a parallel port cable, however, you will be lucky o achieve more than about 400,000 bits-per-second. With these speeds it is not unusual to spend 25 minutes writing a mere 256 KB of data over a JTAG cable. Programming an entire 2 MB or 4 MB flash chip can literally take hours. It's worth it, however, if you have an otherwise worthless device on your hands and JTAG is the only way to revive it. The Macraigor Raven and USB JTAG adaptors are much faster, but there are no known schematic to implement it.

However on the 30xT router is usually necessary just to upload the ADAM2 bootloader that is 64Kbytes. It does not take more than 15 minutes
JTAG

Pada tulisan terdahulu, diketahui bahwa JTAG (Joint Test Action Group) adalah aturan standar dari IEEE (1149.1) yang berkembang pada tahun 1980. Aturan ini dibuat dan dikembangkan dengan tujuan menyelesaikan masalah-masalah pada perakitan sirkuit elektronik (PCB). JTAG ini akan menghubungkan antara IC satu dengan yang lain. Pengendalian bus (jalur) JTAG ini bisa dilakukan melalui PC dengan menggunakan kabel JTAG. Nantinya kabel ini digunakan untuk membuat sebuah sinyal JTAG dari PC. Selanjutnya sinyal yang dihasilkan ini akan mengecek jalur/koneksi yang ada apakah sudah terhubung dengan baik atau belum. Sinyal-sinyal JTAG yang kita ketahui ada 4, yaitu :

1. TDI (Test Data Input)

2. TDO (Test Data Output)

3. TMS (Test Mode Select)

4. TCK (Test Clock)

Sinyal-sinyal tersebut akan dikirimkan melalui kabel dari PC ke FPGA dan dinamakan kabel JTAG. Kabel JTAG ini pada umumnya dihubungkan ke PC melalui sambungan (port) berikut:

1. Port parallel

2. Port USB

3. Port Ethernet

Secara umum, yang paling sederhana dan sering digunakan adalah port parallel. Port ini biasanya juga digunakan untuk printer. Port ini mampu mengirimkan 12 bit output yang berasal dari PC dan input sebanyak 5 bit ke dalam PC. Padahal, port untuk spesifikasi JTAG hanya membutuhkan 3 ouptut dan hanya 1 input saja sehingga tidak menjadi masalah. Di sisi lain, port USB dan Ethernet termasuk baik pula. Port-port tersebut mampu mengirimkan data yang berkapasitas besar serta lebih cepat dibanding port parallel. Kelemahannya, pengaturan port ini akan lebih kompleks dan rumit dan tidak efisien untuk pengiriman data yang berukuran kecil.

Sebuah port JTAG dapat terhubung ke beberapa alat sekaligus. JTAG yang terhubung ke beberapa alat /devices lain ini disebut “rantai JTAG”. JTAG tersebut akan menghasilkan beberapa sinyal yakni TDI, TDO, TMS, dan TCK. Sinyal TCK dan TMS akan terhubung ke devices yang ada secara langsung, namun untuk TDI dan TDO tidak. TDI dan TDO akan terhubung secara seri atau berantai. Sinyal TDO akan berperan sebagai input pada sebuah device dan akan menjadi sinyal TDI di devices yang lain.


Gambaran JTAG

Sedangkan sinyal TCK berperan sebagai pembangkit pulsa atau clock dan TMS digunakan untuk mengirimkan perintah ke semua devices yang ada. Dan seperti yang telah disebuttkan di atas bahwa TDI dan TDO berperan untuk pengirim dan penerimaan data. Setiap device di dalam rantai JTAG memiliki ID sehingga komputer dapat mengontrol masing-masing JTAG tersebut sehingga prosesnya dapat dikendalikan dengan baik.

vga to video

rgb to component

vga


komputer murah

Komputer Pentium 4 murah,bergaransi harga hanya 500 rb-an saja…Mau??

p4-1.6/MB/256MB/agp32/hd 10/sc/cd 52x/casing new : Rp.515.000

p4-1.7/MB/256MB/agp32/hd 20/sc/cd 52x/casing new : Rp.565.000

p4-1.8/MB/256MB/agp32/hd 30/sc/cd 52x/casing new : Rp.595.000

p4-2.0/MB/256MB/agp32/hd 40/sc/cd 52x/casing new : Rp.685.000

p4-2.26/MB/256MB/agp32/hd40/sc/cd 52x/casing new :Rp.715.000

p4-2.4/MB/512MB/agp64/hd60/sc/cd 52x/casing new :Rp.955.000

kalo pengen sama moonitor 17″ FLAT nambah 380.000 saja

SEGERA HUB KAMI !!
ph: 083867226527
ym: t_ig_a@yahoo.co.id
Untuk Qty kami berikan diskon

VGA TO Y/PB/PR




VGA TO BNC

VGA TO BNC

There are monitors which only have three BNC inputs and which use composite synchronisation (‘sync on green’). This circuit has been designed with these types of monitor in mind. As can be seen, the circuit has been kept very simple, but it still gives a reasonable performance.

The principle of operation is very straightforward. The RGB signals from the VGA connector are fed to three BNC connectors via AC-coupling capacitors. These have been added to stop any direct current from entering the VGA card. A pull-up resistor on the green output provides a DC offset, while a transistor (a BS170 MOSFET) can switch this output to ground.

It is possible to get synchronisation problems when the display is extremely bright, with a maximum green component. In this case the value of R2 should be reduced a little, but this has the side effect that the brightness noticeably decreases and the load on the graphics card increases. To keep the colour balance the same, the resistors for the other two colours (R1 en R3) have to be changed to the same value as R2.

VGA-BNC adapter circuit diagram

An EXOR gate from IC1 (74HC86) combines the separate V-sync and H-sync signals into a composite sync signal. Since the sync in DOS-modes is often inverted compared to the modes commonly used by Windows, the output of IC1a is inverted by IC1b. JP1 can then by used to select the correct operating mode. This jumper can be replaced by a small two-way switch, if required. This switch should be mounted directly onto the PCB, as any connecting wires will cause a lot of interference.





VGA to BNC adapter PCB layout



The PCB has been kept as compact as possible, so the circuit can be mounted in a small metal (earthed!) enclosure. With a monitor connected the current consumption will be in the region of 30 mA. A 78L05 voltage regulator provides a stable 5 V, making it possible to use any type of mains adapter, as long as it supplies at least 9 V. Diode D2 provides protection against a reverse polarity. LED D1 indicates when the supply is present. The circuit should be powered up before connecting it to an active VGA output, as otherwise the sync signals will feed the circuit via the internal protection diodes of IC1, which can be noticed by a dimly lit LED. This is something best avoided.

COMPONENTS LIST
Resistors:
R1,R2,R3 = 470Ω
R4 = 100Ω
R5 = 3kΩ3
Capacitors:
C1,C3,C5 = 47μF 25V radial
C2,C4,C6,C7,C10 = 100nF ceramic
C8 = 4μF7 63V radial
C9 = 100μF 25V radial
Semiconductors:
D1 = LED, high-efficiency
D2 = 1N4002
T1 = BS170
IC1 = 74HC86
IC2 = 78L05
Miscellaneous:
JP1 = 3-way pinheader with jumper
K1 = 15-way VGA socket (female), PCB mount (angled pins)
K2,K3,K4 = BNC socket (female), PCB mount, 75 Ω

PASANG LNB C

CARA PASANG LNB C

Budi Rianto Halim, YBØHD menawarkan saya piringan antena parabola portabel miliknya yang tidak terpakai. Terpikir bisa dimanfaatkan untuk bekerja dengan satelit Low Earth Orbit (LEO) AO-40 tetapi karena saya tidak memiliki transceiver yang bisa bekerja dengan satelit serta perangkat tambahan lainnya, saya terpikir untuk memanfaatkannya sebagai stasiun TVRO (Television Receive Only) terlebih dahulu. Untuk menambah wacana, saya ngobrol-ngobrol ringan dengan Andreas Lukito, YBØIF.

Berikut adalah material yang saya siapkan sebelum kegiatan ini dimulai (catatan harga hanya sebagai referensi yang saya temui baik di Internet mau pun di Glodok ketika dokumen ini dibuat):

1. Satu set piringan parabola, prime focus, Ø 115 cm. Di titik tengah parabola, kedalamannya adalah 18 cm. Di pasaran, harganya sekitar Rp. 350.000,- (saya amati yang banyak dijual adalah Ø 180 cm tentunya berharga lebih mahal);
2. C Band Low Noise Block Feedhorn (LNBF) yang fungsinya sebagai transverter dari input 3,4 ­ 4,2 GHz menjadi output 0,95 ­ 1,75 GHz dengan bantuan Local Oscillator (LO) 5,15 GHz. Banyak orang menyebutnya sebagai Feedhorn atau LNB saja. Saya menggunakan yang merk Hansen Communications, harganya sekitar Rp. 75.000,-;
3. Kabel koaksial khusus 75 Ω penghubung dari LNBF ke Set-Top Box (STB) lengkap dengan jacknya. Saya menggunakan merk Tanaka seharga Rp. 30.000,- per 25 meter;
4. Digital STB. Gunanya untuk menala sinyal keluaran LNBF, mendecode sinyal dan menghasilkan komponen audio + video yang siap diumpankan ke televisi. Saya menggunakan @Metabox I (http://www.metaware.co.kr/) karena kualitas yang baik serta firmwarenya bisa diupdate dengan mudah. Di pasaran, banyak sekali STB ditawarkan, mulai dari kelas Free-to-Air Digital STB (menangkap siaran gratis seperti siaran televisi swasta nasional) sampai yang sanggup membuka Pay Television (siaran teracak, harus berlangganan misalnya siaran seperti Astro Malaysia dan Dream Filipina − tidak disarankan karena hal ini adalah kegiatan ilegal!). Harga termurah Free-to-Air STB sekitar Rp. 400.000,- tetapi ingat, kualitas setara dengan harga!
5. Televisi yang memiliki RCA/AV Input (3 kabel: 1 video + 2 stereo audio). Bila Anda memiliki perangkat Home Theatre yang mendukung format suara Dolby Prologic II (Movie Mode), suara stereo yang diterima dapat dialihkan ke Home Theatre sehingga siaran yang dibuat dalam tata suara surround (biasanya film-film dengan label DTS, Dolby Surround atau THX) dapat disuarakan bak bioskop pribadi :) .

Setelah semua disiapkan, Anda harus mencatat data berikut:

1. Satelit yang akan kita tala. Demi kemudahan, mari kita tala satelit AsiaSat 3S yang berlokasi di 0,0o S 105,5o E. Informasi posisi, transponder dan channel terkini ada di http://www.satcodx.com/bid/;
2. Posisi parabola kita (gunakan GPS untuk mengetahuinya). Dalam hal ini, QTH saya adalah di 6,12o S 106,5o E. Jika kita telaah, ternyata posisi saya hanya berbeda 6,12o S 1,0o E dengan satelit AsiaSat 3S sehingga nanti "pucuk" parabolanya kira-kira akan mendongak ke atas langit Jakarta.

Menyiapkan Parabola

1.Letakkan parabola di bidang (tempat terbuka) tidak ada halangan ke langit bebas serta datar. Untuk menentukan kedatarannya, Anda bisa tuang air ke baskom. Bila air penuh tepat lurus di bibir baskom berarti bidang cukup datar terhadap bumi. Bila posisinya miring, gunakan papan yang diganjal untuk mendapatkan bidang yang datar.


Gambar 1: Menentukan datar tidaknya bidang peletakkan parabola

2.Buatlah garis vertikal dan horizontal pada parabola untuk membantu penentuan posisinya. Titik temu garis ini harus berada tepat di dasar parabola (gunakan gundu, tempat di mana gundu diam itulah titik dasar parabola). Setelah digaris, berikan penanda empat arah mata angin seperti gambar berikut:


Gambar 2: Menggambar arah mata angin di piringan parabola

3.Arahkan piringan parabola ke arah mata angin menggunakan kompas yang diletakkan di dasar parabola (yaitu titik pertemuan garis vertikal horizontal tadi). Atur agar keempat arah mata angin itu sesuai dengan yang ditunjukkan di kompas.


Gambar 3: Mengarahkan piringan ke arah mata angin. Sumbu S ­ N masih sedang diarahkan

4.Pasanglah LNBF pada bracket yang disediakan LNBF pada parabola. Untuk menentukan tinggi bracket yang tepat, gunakan rumus berikut:


f = D2 / 16t
= 1152 / (16 x 18)
= 45,9 cm
Gambar 4: Menentukan posisi tinggi bracket dari dasar antena

5.Pada badan LNBF ada angka-angka 0,42 sampai 0,30. Angka itu disebut f/D, didapat dengan membagi 45,9 cm / 115 cm = 0,40. Pasanglah LNBF tepat di posisi f/D 0,40.


Gambar 5: Mengatur posisi f/D LNBF di 0,40

6.Pada kepala LNBF ada angka-angka -30o, 0o dan +30o. Angka itu mengatur arah polarisasi antena dalam LNBF. Aturlah garis 0o tepat ke arah W, yang berarti juga searah garis W pada piringan parabola. Tanpa mengubah posisi f/D, kencangkan mur pengunci pada posisi yang pas.


Gambar 6: Mengatur polarisasi antena dalam LNBF

7.Karena saya berada di 6,12o S, yaitu 6,12o di bawah garis katulistiwa maka saya harus mendongakkan piringan parabola sebanyak 6,12o di sumbu N agar posisi antena tepat mengarah ke atas katulistiwa. Karena Ø parabola 115 cm, maka dengan menghitung SIN 6,12o x 115 cm didapat 12 cm (ingatlah rumus trigonometri Sine, Cosine dan Tangent. Gunakan scientific calculator untuk memudahkan perhitungan). Yang kita lakukan ini disebut dengan mengatur "deklinasi".


Gambar 7: Mengatur deklinasi

8.Karena saya berada di 106,5o E sementara satelit berada di 105,5o E berarti saya harus menurunkan posisi piringan sebesar 1,0o di sumbu W. Karena Ø parabola 115 cm, maka dengan menghitung SIN 1,0o x 115 cm didapat 2 cm. Yang kita lakukan ini adalah mengarahkan piringan parabola tepat pada orbit satelitnya. Karena hanya coba-coba, saya berikan beban tertentu ke sumbu W, diganjal di bawah sedemikian rupa sehingga piringan parabola turun tepat sebanyak 2 cm di sumbu W.


Gambar 8: Menyesuaikan piringan ke arah ke orbit satelit AsiaSat 3S


Gambar 9: Hasil akhir pemasangan parabola

9.Selesailah kita mengatur antena parabola. Kita akan mengatur STB. Karena pengaturan tiap merk STB berbeda-beda, gambar yang ditampilkan hanyalah sekadar acuan belaka. Pertama, masukkan konfigurasi antena pada STB, dan akhiri dengan mencari transponder serta channel yang disediakan pada satelit tersebut (otomatis ada pada STB masing-masing):

1. Satellite: AsiaSat 3S;
2. LNB Type: Standard (Frequency 5,150 MHz);
3. 22 KHz: Off;
4. Polarity: Auto.


Gambar 10: Mengatur konfigurasi antena

10.Jika Anda tidak dapat menemukan transponder atau channel masukkan secara manual data salah satu TV, misalnya TRACE TV:

1. Frequency: 3.670 GHz;
2. Polarity: Vertical;
3. Symbol Rate: 13,333 symbols/second;
4. FEC: 3/4;
5. Name: TRACE TV;
6. Video PID: 2081;
7. Audio PID: 2082;
8. PCR PID: 2081.

Jika Anda menemukan beberapa channel TV secara otomatis melalui fasilitas Search di STB pilihlah satu channel misalnya TRACE TV.


Gambar 11: Kekuatan sinyal yang diterima

Kemudian, aturlah agar sinyal diterima sebesar mungkin dengan mengkoreksi kedudukan piringan parabola. Pada gambar di atas, kekuatan sinyal yang semula hanya 20% setelah dikoreksi menjadi 73%, kualitas tetap 85% tetapi warnanya sudah hijau artinya sudah cukup stabil menerima sinyal. Pada STB yang saya miliki, gambar akan tampak baik bila sinyal ada di atas 60%, kualitas di atas 80% dan bar persentase menunjukkan warna hijau (bisa berbeda di tiap STB).

Setelah sepuluh langkah ini selesai dilalui, kita bisa mengulang pencarian transponder serta channel lain agar seluruh siaran bisa ditangkap. Ada 55 siaran TV gratis + 26 siaran radio gratis yang saya bisa nikmati (di luar siaran teracak yang jumlahnya mendekati 100). Setelah itu siaplah kita menikmati siaran dari luar negeri melalui satelit AsiaSat 3S dengan kualitas video tanpa cacat serta suara stereo yang membahana.



Gambar 12: Beberapa channel yang bisa ditangkap. Gambar di sini kurang cerah karena kamera digital memfoto langsung layar televisi

Sangat puas bisa menemukan posisi satelit secara mandiri, biar pun sinyal yang diterima pas-pasan tetapi karena mencari dengan usaha sendiri, ada ilmu berharga yang bisa kita serap. Tantangan ke depannya adalah bagaimana mencari satelit untuk TVRO lainnya seperti Palapa C2, Panamsat 7 + 10, ST 1, Thaicom23, Apstar 2R, AsiaSat 2 serta Telkom 1.

Mengganti C Band LNBF dengan antena receiver/transverter band amatir radio adalah hal yang mudah setelah Anda tahu posisi satelitnya berada di mana. Antena transmitter untuk komunikasi dua arah dengan satelit biasanya Yagi; tentunya mudah ditentukan arahnya dengan bantuan referensi posisi piringan parabola kita.

Catatan: pengaturan posisi piringan parabola ini hanya untuk menerima sinyal satelit Geostationer Earth Orbit (GEO) yang orbitnya di sekitar garis katulistiwa, bukan untuk satelit Low/Medium Earth Orbit (LEO/MEO) atau yang orbitnya tidak berada di garis katulistiwa.

PASANG LNB KU

CARA PASANG KU BAND

Sinyal Ku band memiliki beamwidth (lebar berkas) lebih kecil dari C band sehingga mengakibatkan penyetelan antena parabola lebih sulit dibandingkan C band. Selain itu Diameter antena juga berhubungan dengan beamwidth C atau Ku band, dimana tuning antena yang berdiameter lebih besar akan lebih sulit dibandingkan diameter yang kecil, karena antena berdiameter besar memiliki beamwidth yang lebih sempit. Jadi menyetel antena untuk Ku band akan relatif lebih mudah pada dish berdiameter kecil (6 feet ke bawah). Sebuah antena yang telah di tuning pada Ku band akan berfungsi baik pada C band, tetapi kebalikannya, antena yang di tuning di C band belum tentu berfungsi di Ku band.

Mesh atau Solid?

Sebuah solid dish yang memiliki bentuk parabola sempurna akan memantulkan sinyal yang sama banyaknya dengan mesh dish yang memiliki 1,25 x diameternya. Jadi secara teori: 6 feet perfect solid dish = 1,25 x 6 = 7,5 feet perfect mesh dish. Untuk memilih solid atau mesh dish, adalah hal yang lebih penting apabila dish tersebut memiliki bentuk parabola yang sempurna sehingga gain yang dihasilkan maksimum. Lalu bagaimana kalau yang tersedia hanya mesh dish saja? OK, asal dish tersebut memiliki persyaratan sbb:

Mesh memiliki lubang tidak lebih besar dari 1/4” (0,4 – 0,5 cm) atau sinyal 10-12 ghz akan ‘lewat’ dan tidak terpantulkan.

Mekanisme mounting antena harus cukup presisi sehingga tidak mempunyai gerak (spelling) di setiap arah sumbunya, misalnya ketika antena ditiup angin dan mempunyai smooth tracking sepanjang kurva satelit, dsbnya.

Actuator juga memiliki ‘ketelitian’ Ku band – tidak memiliki gerak lebih dari 1/16” ketika ditekan/diputar.

Sinyal Beam

Masalah klasik kalau ada yang bertanya “apakah saya bisa menerima siaran Ku ini dan itu?” Untuk jelasnya sebelum mengeluarkan biaya yang relatif mahal, ada baiknya melihat foot print sinyal Ku satelit yang anda inginkan untuk mengetahui apakah sinyal Ku band tersebut melingkupi daerah anda. Juga dapat bertanya dengan rekan-rekan yang sudah pernah mencoba atau berhasil.

Di bawah ini saya ambil contoh foot print satelit NSS6 95°E yang memancarkan sinyal Ku untuk spot North East Asia. Pada gambar jelas terlihat satelit tersebut tidak memancarkan sinyal untuk daerah Indonesia, tetapi untuk Philipina dengan beam pancaran terbesar 53 dbW, Jepang, Korea, dan sebagian China serta Rusia. Bila diteliti, beam sinyal terkecil adalah 42 dbW dapat diterima di sebagian kalimantan dan nyaris pulau Sumatra. Berdasarkan Tabel Perbandingan besarnya pancaran dan ukuran dish yang diperlukan, dapat kita ketahui secara teori bahwa besar minimal diameter dish yang dibutuhkan untuk dapat menerima sinyal tersebut adalah 110 cm. Selanjutnya tinggal keberuntungan anda, apakah anda tinggal di daerah yang masih di dalam cakupan sinyal Ku tersebut – walaupun hanya spill-over signal? Apakah peralatan dan setting antena anda cukup akurat, dsbnya. Bagi yang senang bereksperimen merupakan tantangan yang mengasyikkan untuk mencoba menerima sinyal ‘tumpahan’ tersebut dengan antena berukuran besar – 8 feet ke atas.

Satelit Ku NSS-6 95°E North Asia Spot

Tabel untuk Ku LNBF dengan Noise Figure (NF) = 0.6 – 0.7 dB

Perbandingan besarnya kuat pancaran dan ukuran dish yang diperlukan.

Jenis Antena

Terdapat 2 jenis dish antena yang umum digunakan pada Ku band, yaitu Offset dan Prime focus dish. Prime focus dish adalah jenis dish antena yang biasa digunakan pada C band dimana LNBF terletak tepat di titik fokus dish. Offset dish adalah parabola dish yang dipancung sehingga memiliki luas permukaan yang lebih kecil dari dish parabola sesungguhnya. Keuntungan offset dish adalah bentuk fisik yang lebih kecil dan penerimaan sinyal Ku relatif tidak terganggu pada saat hujan dibandingkan prime focus yang terkadang harus kehilangan sinyal pada waktu hujan lebat. Kekurangannya adalah gain yang dihasilkan relatif lebih kecil dari pada parabola dengan diameter sesungguhnya – prime focus. Offset dish digunakan pada wilayah cakupan sinyal yang kuat. Untuk tingkat keberhasilan yang relatif besar disarankan menggunakan prime focus antena dan lnbf. Di tanah air beredar beberapa merk solid dish seperti Venus, Starcom, Matrix dan Technosat.

LNBF

LNBF Ku band memiliki harga yang relatif lebih mahal (200-400 RB) dibandingkan LNBF C band. Bentuk fisik lebih kecil dan cara penempatan pada titik fokus yang berbeda. Umumnya LNBF C band memiliki tanda (berupa garis dengan angka 0 di tengah dan 30 di kiri dan kanannya) dimana garis dengan angka 0 harus diletakkan pas ke arah Timur atau Barat dan kemudian dikoreksi (putar ke kiri-kanan) sampai mendapatkan gambar/sinyal terbaik. Hal ini dapat dijelaskan dengan terdapatnya 2 antena kecil di dalam wave guide (corong lnb) dimana masing-masing berfungsi sebagai antena berpolarisari vertikal dan horisontal. Berbeda dengan C band, Ku band LNBF memiliki hanya 1 antena yang letaknya sejajar dengan arah F konektor (terletak di dalam wave guidenya).

Gambar Offset Ku band LNBF

Ku band LNBF dibedakan 2 macam yaitu tipe Offset dan prime focus LNBF. Kedua tipe ini dipilih sesuai dengan jenis antena yang digunakan di atas. Offset LNBF umumnya memiliki rasio f/D = 0,5 ke atas sedangkan prime focus LNBF memiliki f/D = 0,3 – 0,4. Sangat dianjurkan untuk menggunakan tipe LNBF yang sesuai dengan antena yang digunakan. Untuk menggunakan Offset LNBF pada prime focus antena boleh-boleh saja, terutama apabila sinyal Ku cukup besar beaming ke daerah anda. Tetapi sesungguhnya akan terdapat pengurangan gain yang cukup berarti karena faktor f/D yang berbeda antara LNBF dan dish. Apabila ingin hasil yang memuaskan: gunakanlah prime focus LNBF pada prime focus antena.

INSTALASI

1. Menghitung Titik Fokus

Menurut rumus kurva parabola titik fokus f (cm) adalah diameter (D) pangkat 2 dibagi dengan 16 x depth (d).

f = D2/16.d

Jadi bila menggunakan antena 6 feet (180 cm) dengan depth 30 cm, maka titik fokus f (tempat menempatkan lnbf) adalah 67,5 cm dari dasar piringan antena.

Rasio fokus/Diameternya (f/D) = 67,5 cm/ 180 cm = 0,36.

Angka f/D inilah yang kita gunakan untuk mengatur naik turunnya adjustable scalar ring pada LNBF C band. Untuk menempatkan LNBF di titik fokus diperlukan bracket yang tersedia di pasaran. Dengan bracket ini anda dapat memasang LNBF di antena tipe tripod atau singlepod. Cara menginstallnya kurang lebih sama dengan LNBF C band. Tetapi pada Ku band LNBF, arahkan garis dengan angka O pada arah UTARA atau SELATAN. Bila tidak ada garis 0 sebagai gantinya arahkan KONEKTOR sesuai dengan arah Utara atau Selatan. Kemudian atur ketinggian LNBF supaya ring terletak 67,5 cm dari dasar antena- sesuai dengan jarak titik fokus hasil perhitungan.

Gambar prime focus Ku band lnbf dan bracket

Ada yang mungkin bertanya apakah dapat memasang LNBF Ku band di samping LNBF C band yang sudah terpasang? Karena saya belum pernah mencobanya, silahkan teman lain memberikan masukan apabila pernah mencobanya.

2. Setting Local Oscilator Frequency (LOF)

Untuk universal LNBF set LOFnya 9750/10600 dan 22 Khz Auto atau LOF1 9750 dan LOF2 10600. Umumnya receiver jenis baru telah memberikan pilihan setting otomatis ketika kita memilih LO tersebut, tinggal memilih jenis LNBF universal dengan LOF 9750/10600 dsnya. Apabila menggunakan LNBF tipe lama, set LOF=9750 dengan switch 22 Khz OFF untuk low band 10,7-11,7 Ghz dan LOF=10600 dengan switch 22 Khz ON untuk high band 11,7-12,75 Ghz. Cara setting ini dapat berbeda tergantung dari receiver yang digunakan.

3. Tips Mencari sinyal

Cara termudah, gunakanlah sinyal C band untuk mencari arah kurva (Timur-Barat) satelit terlebih dulu. Untuk mencari sinyal, tune antena pada salah satu frequensi/sinyal C band analog atau digital. Setelah didapatkan sinyal quality dan sinyal strength terbaik, ganti LNBF dengan Ku band dan scan di freq yang anda inginkan. Bila sinyal strength besar tetapi sinyal qualitynya 0 atau kecil, koreksi Deklinasi (Arah Utara – Selatan) dengan mur setelan di antena. Perhatikan bahwa 1 – 2 kali putaran baut Deklinasi tersebut dapat memiliki perbedaan yang sangat besar: Sinyal quality dari 0 – 100 %. Dari percobaan-percobaan yang telah saya lakukan, tipe mounting seperti pada gambar memberikan hasil yang paling akurat dan waktu penyetelan yang cepat.

Gambar mur setelan Deklinasi

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah frequency, symbol rate, dll. pada satu LNBF/Receiver dengan lnbf/receiver lainnya tidak mutlak sama. Hal ini besar pengaruhnya pada Ku band, tidak seperti halnya C band. Misalnya Siaran A pada Freq. 12.000 Mhz Hor SR:10.000 k/s pada receiver X belum tentu sama dengan receiver Y, Z dsbnya. Pada receiver Y mungkin sinyal quality baru stabil/lock pada 12.002 Mhz dengan SR: 10.001 k/s dan di receiver Z pada 12.004 Mhz SR: 10.003 k/s, dstnya. Ini menjelaskan kenapa terkadang sulit untuk mencari sinyal Ku band berdasarkan informasi dari Web site atau teman, yang pada C band tidak pernah/jarang ditemukan. Anda harus berimprovisasi – play with your remote! Setelah melakukan semua langkah diatas tetapi anda masih belum mendapatkan sinyal yang dicari? Satu hal yang paling mungkin adalah karena anda telah menggunakan tiang / post yang memiliki diameter yang lebih kecil dari diameter mounting antena. Sehingga usaha berjamjam untuk mencari sinyal menjadi sia-sia karena antena memilih gerak (meskipun sedikit, tetapi tidak bisa ditolerir untuk Ku band) bebas ke dua sumbu. Pemecahannya adalah perbaiki diameter tiang dengan diameter yang pas dengan mounting antena sehingga tidak memiliki gerakan lagi. Bisa dengan mengganti dengan tiang baru atau menambahkan pipa berdiameter lebih besar sepanjang pipa mounting (plus 10-20 cm). Diameter luar pipa/tiang yang sering ditemukan adalah 7,5 cm sedangkan pada beberapa produk antena, diameter bagian dalam mounting adalah 8-8,5 cm.

SUMBER : http://c.1asphost.com/mainsource/Indonesia.asp